Kamis, 03 Mei 2018

Ibu Rumah Tangga Menghafal Quran, Mungkinkah?


Quranku sejak sekitar 2005

Jawaban pertanyaan di atas, saya sendiri belum tahu. Saya belum pernah bertemu dengan ibu rumah tangga yang selain merawat dan mendidik anak-anaknya, ditambah lagi dengan pekerjaan suplementer di ranah domestik seperti memasak dan mencuci, dapat menyelesaikan hafalan satu juz. Saya hanya pernah membaca kisah ibu rumah tangga yang dengan beberapa anak, mampu menghafal Quran dalam waktu 20 hari 20 malam. Saya membacanya di Google dengan laman yang tidak begitu terpercaya, pun sepertinya tulisan tersebut terjemahan. Dari gaya dan isi ceritanya, jika tidak salah menebak, ibu itu berada di negara dengan Bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya. Bukan menyepelekan, tapi dengan Bahasa Arab sebagai bahasa sehari-hari, tentulah ada nilai tambah bagi si ibu tersebut untuk mempermudahnya dalam proses menghafal Quran. Kemampuan memahami makna yang dihafal dan mengetahui benar-tidaknya makhraj dapat meningkatkan kecepatan hafalannya.
Saya juga berteman dengan seorang ibu rumah tangga yang sudah khatam hafalannya sampai 30 juz. Kami bertetangga dekat. Hanya saja, hafalan tersebut dituntaskannya saat memondok di pesantren selama bertahun-tahun, saat dia masih gadis. Sekarang, setelah berumah tangga, dia hanya dibebani tanggung jawab menjaga hafalan tersebut dengan me-muroja’ah-nya setiap hari.
Kembali lagi ke pertanyaan yang tertera pada judul tulisan ini, mungkinkah bagi seorang ibu rumah tangga, yang telah memiliki seorang anak, dapat memulai dari awal untuk menghafal ayat-ayat yang berjumlah 320.671 dalam kitab suci? Mungkinkah?
Sekali lagi, entahlah. Saya sendiri, pada sekitar tahun 2010, pernah berniat menghafal Quran. Waktu itu, ketika saya masih kuliah sarjana, saya tengah mengikuti kelompok mengaji pekanan. Saya bersama teman-teman di kampus, dipandu seorang guru mengaji yang tidak lain adalah senior kami di kampus yang sama meski berbeda jurusan, belajar membaca huruf-huruf hijaiyah yang benar. Dari sana, kami juga latihan menghafal Quran perlahan-lahan, dimulai dari surah-surah pendek. Kala itulah, saya pernah menghafal surah-surah pendek yang ada di juz ke-30, tentu saja dengan terbata-bata. Sampai akhirnya, pada suatu waktu, guru mengaji kami menghadiahi saya sebuah buku tentang kenapa kita sebagai umat muslim perlu menghafal Quran.
Selesai menamatkan buku tersebut, muncul niat yang lebih besar untuk menghafal Quran. Tepat pada musim liburan, saya pulang ke kampung halaman. Di kampung halaman, saya memulai hafalan saya di juz pertama. Ayat demi ayat saya selesaikan hingga halaman ketiga. Karena niat yang tidak terjaga, juga semangat yang mulai kendor, saya berhenti di tengah jalan. Sampai di sana saja cerita menghafal saya.
Bertahun-tahun setelahnya, saya sekolah lagi di tingkat master dan akhirnya menikah, tidak ada perkembangan apa-apa dari kisah hafalan Quran saya. Malah semakin menurun hafalan saya. Pula, saya mulai menyepelekan orang-orang yang menghafal Quran. Ini karena saya melihat beberapa penghafal Quran yang tercela akhlaknya di satu sisi, dan waktu itu saya sedang gemar-gemarnya membaca buku filsafat. Kegemaran membaca buku semacam itu membawa saya pada pemikiran, “lebih baik berakhlak Quran daripada hafal Quran tapi suka menebar kebencian dan sebagainya”.
Baru hari-hari belakangan ini saya sadar bahwa apa yang saya pikirkan kala itu sungguhlah keliru. Jika saya tidak menyukai sifat seorang penghafal Quran, kenapa saya malah ikut tidak menyukai hafalannya? Kenapa harus meninggalkan semuanya, jika yang cacat hanya sebagiannya?
Ditambah lagi, karena alasan yang teramat personal yang terjadi dalam hidup saya pada akhir tahun 2017, membuat saya mendapat semacam “hidayah” untuk mulai kembali lagi menghafal Quran. Entah kenapa, dorongan itu begitu kuat di dalam hati saya untuk memulai kembali hafalan yang mungkin sudah banyak hilang di kepala saya.
Awal tahun 2018, saya memulai harapan saya dengan target dan capaian yang tidak pernah saya bayangkan di kehidupan saya pada tahun-tahun lalu. Terlebih lagi dengan status saya yang kini tengah merawat seorang bayi yang belum juga cukup satu tahun usianya. Saya ingin hafal Quran. Ya Allah…
Iya, saya ingin hafal Quran, meski usia saya tidak lagi benar-benar muda. Saya ingin menghafal kalimat Allah di tengah harapan-harapan saya yang lain, yang masih selalu saya perjuangkan sedikit demi sedikit. Saya ingin memenuhi kepala saya dengan surat cinta Allah yang tertera dalam lembaran kitab suci, meski ingatan saya pun tidak begitu bisa diandalkan lagi.
Sanggupkah saya? Doakan saya ya!


2 komentar:

  1. Assalamualaikum kak Andis yang baik hati.

    Saya punya banyak kenalan ibu rumah tangga yang sudah selesai menyetorkan 30 Juz Al-Qur'an dan sedang memutqinkan hafalannya. Jika Kak Andis bergabung dengan komunitas-komunitas penghafal Al-Qur'an, insyaaAllah di sana kak Andis akan menemukan banyak sekali hafizhoh dari berbagai usia.

    Pernah pada suatu acara Qur'an, saya makan satu meja dengan para ibu penghafal Al-Qur'an, satu diantara mereka bercerita bahwa ia menghafal di waktu-waktu anak-anaknya sudah berangkat ke sekolah, suaminya sudah berangkat bekerja, pekerjaan rumah telah diselesaikan. mereka menyempatkan waktu-waktu senggang itu untuk menghafal hingga bisa menyelesaikan 30 Juz.

    cerita dari para penghafal lain adalah saat saya bertemu seorang mahasiswi yang kuliah di daerah terpenci sehingga tidak ada seseorang yang bisa menerima setorannya, oleh karena itu setiap minggu sekali ia perlu menempuh jarak yang jauh hanya untuk menyetorkan hafalannya. saat itu saya merasa malu dengan banyaknya tempat di dekat saya yang bisa saya tempati untuk menyetorkan hafalan:")

    cerita terakhir, saya pernah beberapa bulan tinggal dengan seorang anak SD yang telah hafizhoh, hafalannya sangat lancar dan itu membuat saya malu dengan hafalanya saya sendiri.

    belum terlambat untuk menghafal, yang terpenting adalah kita mulai saja dulu! Yuk menghafal Qur'an! Semoga kak Andis bukan hanya diberikan kemudahan dalam menghafalnya, tetapi juga dalam mengkaji dan mengamalkannya. Aamiin :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa alaikum salam Nina yang juga baik hatinya.

      Terima kasih cerita-ceritanya. Saya juga jadi malu membacanya. Nina sudah hafal berapa juz?

      Semoga Allah mudahkan menghafal, mengkaji, dan mengamalkannya ya. Aamiin ya Rabb.

      Hapus